jalan jalan ke candi ceto...

Wednesday, October 13, 2010 Posted by m iqbal tobrani 3 comments

Asikk jalan jalan.. paling seneng ane kalo mosting tema yang kayak beginian.


nih sedikit profil candi ceto yang ane ambil dari wikipedia.
Candi Cetho (ejaan bahasa Jawa: cethå) merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.

Sampai saat ini, komplek candi digunakan oleh penduduk setempat yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan dan populer sebagai tempat pertapaan bagi kalangan penganut agama asli Jawa/Kejawen.



ni foto gaya narcis ane hehe




maaf ya fotonya agak banyak hehe




maaf ya ada yang ikutan mejeng, soalnya ntar dia marah kalo g di pasang juga hehe






Seperti itulah foto foto jalan jalan ane minggu kemaren sebenarnya masih banyak foto yang lain, tapi yang liat takut eneg kalo kebanyakan :D. Maksud ane mosting ini pengen kasih tau kepada para pembaca sekalian tentang candi ceto, candi yang bagus di daerah perkebunan teh kemuning, karangnyar. Kalo pada tamasya ke Tawang mangu mungkin bisa mampir di candi ceto juga.. :)

Read more...

Labels: , ,

JANGAN MAU JADI YANG BIASA BIASA SAJA

Posted by m iqbal tobrani 2 comments

Ane nemu artikel bagus buat menjadi bahan perenungan ane, dan mungkin berguna juga bagi pembaca setia blog ku ini (kayak udah ada yang baca aja hehe), ane re-post disini biar ane selalu inget pesan dari artikel ini.

ane ngerasa diri ane ini biasa biasa banget,ordinary boy, eh g ding udah tuir og,i'm just ordinary men. dan ane merasa belum ada yang bisa dibanggakan dari ane. mungkin smua orang pernah punya rasa kayak gitu. Di kantor ane yang sekarang ini ane juga ngrasa biasa biasa saja. tapi setelah baca artikel ini ane jadi ada harapan idup lagi(lebay mode on.. seolah olah sekarang dalam keadaan susah banget gitu :p")

udah aja basa basinya :p

ni artikelnya..


Di sebuah perusahaan, sekelompok orang tengah berbangga hati karena proposal proyek yang mereka garap memenangkan tender. Menurut mereka, proposal yang dikerjakan sangat bagus dan menarik. Dalam kondisi seperti ini, siapa sih yang tidak ingin dipuji oleh atasan?

Ketika secara antusias melaporkan kesuksesan mereka kepada pimpinan, sang pimpinan hanya berkomentar bahwa kualitas proposal dan perencanaan yang mereka buat memang telah memenuhi kriteria pelanggan dan kebutuhan pasar. Namun, Pak Direktur lebih lanjut mengatakan bahwa proposal itu tidak istimewa dan belum memenuhi standar dirinya. Tim pembuat proposal lemas. Seketika muncul gerutuan di antara mereka, “Mengapa sih kerja kita tidak dihargai pimpinan?”, “Mengapa pimpinan kita tidak ada puas-puasnya?”.

Dalam situasi ini, seorang manajer berkomentar, menyetujui pendapat pimpinan perusahaan: ”Rasanya kita memang tidak boleh cepat puas dengan standar kerja yang biasa-biasa saja. Standard of excellence kita harus lebih tinggi dari tuntutan perusahaan, atasan, dan pelanggan. Hanya dengan mencanangkan standar tinggi dan mendera diri untuk berkinerja sangat-sangat baik, kita bisa kompetitif.”

Kalau direnungkan lagi, kita semua pasti setuju bahwa memang sulit untuk bersaing bila kinerja kita biasa-biasa saja. Kita segera akan dilindas oleh orang yang berkinerja sedikit lebih baik saja. Hanya dengan lari jauh di depan dan berkinerja sangat baik, kita bisa menarik pelanggan tanpa harus “berdarah-darah” berkompetisi dengan yang lain. Dengan berprestasi sedang-sedang saja, bagaimana mungkin kita bisa menciptakan bahasa programming yang canggih? Tanpa standard of excellence yang tinggi, mana mungkin tercipta teknologi I-Mac atau VW Beetle yang bisa bertahan puluhan tahun?

Jika kita tidak memasang standar tinggi dan mendera diri untuk melampaui standar yang ada, bagaimana bisa kita membuat terobosan dalam produk, servis, dan prestasi yang bisa mengharumkan nama bangsa?


Anti "biasa-biasa saja"

Seorang teman berkomentar, tentu saja semua orang ingin berprestasi prima. Tidak sedikit orang yang berupaya keras untuk mencapai prestasi terbaik. Tantangan kita sebenarnya adalah kinerja yang tidak stabil, alias turun-naik. Disadari ataupun tidak, kita sering kali menoleransi kesalahan, membiarkan kesalahan terjadi berulang kali, dan menganggap bahwa kesalahan adalah hal yang “manusiawi”. Padahal, suatu produk atau jasa baru bisa disebut excellent bila ia sempurna 100 persen. Bagaimana kalau kita menoleransi ada 1 persen saja kejadian malapraktik dalam operasi bedah di rumah sakit? Jika setiap pekan terjadi 500.000 operasi di seluruh dunia, berarti kita menoleransi 5.000 kejadian malapraktik. Bukankah hal ini sangat membahayakan? Itu sebabnya, kita tidak bisa menoleransi kinerja yang tidak konsisten, tidak stabil atau on-off.

Saya merasa surprised saat seorang dokter yang saya kunjungi minggu lalu menelepon dan menanyakan apakah obat yang ia berikan mempan atau tidak? Sikap terkejut dengan standard of excellence orang lain sebetulnya sama dengan sikap kita yang longgar dan cenderung memaafkan diri sendiri terhadap mutu kinerja kita yang tidak sempurna. Bila kita benar-benar ingin menonjol, excellence harus menjadi gaya hidup dan sikap dalam semua aspek hidup kita. Bagaimana kita bisa mencapai ambisi untuk berprestasi prima di bidang olahraga, jika kita tidak merasa bersalah bila menunda waktu latihan? Saat sudah mencapai suatu keberhasilan, bukankah banyak orang yang merasa marah atau kesal bila ia dikritik oleh orang lain? Padahal, excellence adalah mindset dan sikap proaktif, di mana kita tidak cepat puas dengan keberhasilan kita, senantiasa berusaha melakukan kritik diri sebelum dikritik orang lain, dan selalu waspada terhadap berkurangnya mutu kinerja kita. Kita lihat bahwa kesulitan untuk mempertahankan sikap tersebut terutama berada di dalam diri kita sendiri.

Berbeda secara signifikan
Ratusan, bahkan ribuan orang, mengikuti kontes putri kecantikan atau ajang pencarian bakat yang sedang menjamur. Apa yang membuat seorang kontestan terpilih dan mengalahkan kontestan yang lain? Jawabannya hanya satu: excellence! Seorang putri kecantikan sudah pasti tidak bisa sedikit gendut, atau sedikit pendek, atau sedikit bodoh ataupun sedikit tidak berkepribadian. Dia harus memiliki semua komponen dengan ciamik dan dramatik. Barulah ia bisa menonjol dan dibedakan dari pesaingnya.

Secara personal maupun profesional, bila kita sudah terbukti berbeda dan memiliki tingkat excellence yang tidak bisa “digoyang”, kita tentu tidak lagi perlu lelah-lelah memasarkan diri. Itulah sebabnya, setiap individu maupun organisasi perlu berpikir dua kali bila di dalam misinya tidak tercantum keinginan untuk mencapai tingkat kinerja yang sangat-sangat baik. Kita perlu memerangi sikap toleransi terhadap kondisi sedang, biasa-biasa, atau mediocre. Tom Peters, seorang ahli manajemen yang sangat berobsesi pada sikap dan keyakinan mengenai excellence, dalam buku terbarunya berjudul The Little BIG Things, mengemukakan, “Excellence is sooo….cool! Let’s punish mediocre success”.

Bagaimana memerangi mediocre? Langkah pertama adalah mengidentifikasi kondisi yang baik, tetapi belum bisa diacungi dua jempol. Misalnya, dalam sebuah restoran, pengunjung berkomentar, ”Yah..., lumayan. Makanannya segar, tapi rasanya tidak bisa dibilang spesial.”

Kondisi inilah yang perlu kita anggap sebagai titik awal upaya perbaikan kita. Kita tidak boleh ragu untuk menggeser standar kualitas ke tingkat terbaik, tanpa kompromi. Standar memang diciptakan untuk digeser-geser. Standar memang digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan tingkat konsistensi kita. Pribadi atau lembaga yang mengejar standard of excellence biasanya lebih action oriented, dekat dengan pelanggan, tidak birokratis, berjiwa muda, penuh rasa ingin tahu, dan ceria. Jadi, standard ef excellence menjadi bagian dari keseharian dan tidak menciptakan stres.


Read more...

Labels: ,